------------------------
Cabang iman Yang Ke-21 s/d 26(Menunaikan salat fardlu pada waktunya dengan sempurna, Memberikan zakat kepada yang berhak dengan niat khusus, Puasa Ramadlan, I'tikaf, Haji, Jihad)
-------------------------------------------------------------
Cabang iman Yang Ke-21 s/d 26 disebutkan dalam bait syair:
صَلِّ الصَّلاَةَ وَزَكِّ مَالَكَ ثُمَّ صُمْ * وَاعْكُفْ وَحُجَّ وَجَاهِدَنَّ فَتُكْرَمُ
Salatlah engkau, zakatilah hartamu, kemudian puasalah; dan lakukan
i'tikaf, haji, dan berjuang dengan sungguh-sungguh, maka engkau akan
dimuliakan".
Menunaikan salat fardlu pada waktunya dengan sempurna
Rasulullah saw bersabda:
عَلَمُ الإِيْمَانِ الصَّلاَةُ فَمَنْ فَرَغَ لَهَا قَلْبُهُ وَحَافَظَ عَلَيْهَا بِحُدُوْدِهَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ
Bendera iman adalah salat. Barang siapa yang mengosongkan hatinya
untuk salat dan menjaga salat dengan ketentuan-ketentuannya, maka ia
adalah orang mukmin.
Rasulullah saw pernah ditanya tentang tanda dari orang mukmin dan orang
munafik, beliau menjawab: "Orang mukmin itu cita-citanya mengenai salat,
puasa, dan ibadah. Sedangkan orang munafik itu cita-citanya adalah
mengenai makanan dan minuman seperti binatang.
Memberikan zakat kepada yang berhak dengan niat khusus
Orang yang mengeluarkan zakat hendaknya berniat dengan hatinya untuk
menunaikan zakat wajib. Ia tidak wajib menyatakan jenis harta yang
dizakati. Apabila seseorang telah memiliki harta satu nisab berupa emas,
perak, ternak, bebijian, bebuahan (kurma dan anggur), maka wajib
baginya memberikan zakatnya kepada delapan macam golongan yang berhak
menerima zakat, atau orang-orang yang ada dari kedelapan macam golongan
tersebut seperti: orang fakir, orang miskin, musafir yang memerlukan
biaya perjalanan dan orang yang dibebani hutang.
Rasulullah saw bersabda:
مَا خَالَطَتِ الزَّكَاةُ مَالاً قَطُّ اِلاَّ اَهْلَكَتْهُ
Tiadalah sama sekali zakat itu menyampuri sesuatu harta, kecuali merusaknya.
Puasa Ramadlan
Orang yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan niat pada malam hari
untuk mentaati Allah hendaknya meninggalkan seluruh perbuatan yang
membatalkan puasa. Puasa itu dilakukan mulai dari terbit fajar sampai
matahari terbenam, dalam keadaan tidak haidl, tidak nifas, tidak sedang
dalam keadaan melahirkan anak, tidak pingsan, dan tidak mabuk pada
sebagian hari.
Syeikh Suhaimi dalam kitab Lubab at-Thalibin menjelaskan bahwa
yang membatalkan puasa adalah seperti makan, minum, bersetubuh, dan
merokok. Apabila seseorang yang berpuasa makan atau minum karena
benar-benar lupa, maka puasanya sah; karena sesungguhnya dia diberi
makan dan minum oleh Allah swt
I'tikaf
I'tikaf artinya diam dalam masjid dengan niat i'tikaf, disunnatkan
setiap waktu, meskipun dalam waktu yang makruh untuk melakukan salat.
I'tikaf diharamkan bagi wanita kecuali dengan izin suaminya, dan haram
bagi budak belian kecuali dengan izin majikannya, meskipun i'tikaf dari
wanita dan budak belian tersebut sah hukumnya. Suami berhak untuk
menyuruh keluar isterinya dari masjid; demikian pula majikan berhak
menyuruh keluar budaknya dari masjid.
Unsur i'tikaf ada empat, yaitu:
- Berniat yang dibarengi dengan diam di dalam masjid. Niat yang dibaca sambil berjalan pada waktu sedang masuk ke dalam tidaklah cukup, dan wajib berniat fardlu atau nadzar pada i'tikaf yang dinadzarkan.
- Masjid yang dipergunakan i'tikaf haruslah masjid yang murni, artinya tidak sah beri'tikaf di tempat yang namanya masyhur sebagai masjid padahal sebenarnya tempat tersebut bukan masjid. Berbeda halnya dengan salat tahiyyatal masjid, maka boleh di tempat seperti ini.
- Berdiam sebentar sekedar yang dapat disebut tinggal di masjid, meskipun tidak dalam keadaan tenang, yaitu dalam waktu yang lebih lama dari pada waktu tumakninah dalam salat. I'tikaf boleh dilakukan dengan mondar-mandir atau lewat tanpa berhenti, asal niatnya dibaca dalam keadaan diam. Jika seseorang bernadzar i'tikaf secara mutlak, maka cukup dilakukan sebentar yang melebihi waktu tumakninah dari ruku' atau lainnya.
- Orang yang melakukan i'tikaf. Bagi orang yang melakukan i'tikaf harus beragama Islam, berakal, dan suci dari hadats besar. Bila di tengah-tengah i'tikaf jatuh pingsan atau gila, maka i'tikafnya tidak batal. Sedangkan waktu selama pingsan atau gila tersebut dihitung i'tikaf. I'tikaf terputus karena sengaja murtad atau sengaja mabuk yang berturut-turut.
Haji
Haji adalah menuju Baitullah untuk melakukan ibadah haji atau umrah jika
mampu, yaitu mendapatkan bekal dan kendaraan. Perbuatan yang wajib
dilakukan ketika berhaji adalah:
- Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzul Hijjah atau malam tanggal 10 Dzul Hijjah.
- Thawaf bagi orang yang suci, yaitu mengelilingi Ka'bah tujuh kali dalam keadaan yakin telah masuk waktunya, sesudah tengah malam tanggal 10 Dzul Hijjah, dan tidak ada batas akhir waktu thawaf.
- Sa'i antara Shofa dan Marwah.
Jihad
Jihad adalah berjuang melawan serangan orang-orang kafir untuk membela
agama Islam. Pada zaman permulaan Islam jihad merupakan amal yang paling
utama. Rasulullah saw bersabda:
رَأْسُ الاَمْرِ اَلإِسْلاَمُ وَعَمُوْدُهُ اَلصَّلاَةُ وَذَرْوَةُ سَنَامِهِ اَلْجِهَادُ
Pokok dari perkara adalah Islam, tiangnya adalah salat, dan puncak ketinggiannya adalah berjuang.
Pengertian dari hadits ini menurut Syeikh Suhaimi adalah bahwa asal dari
kepentingan agama adalah mengucapkan dua kalimah syahadat dengan
meyakini kebenaran makna yang terkandung di dalamnya. Amal ibadah apapun
tidak sah kecuali dengan Islam. Sesuatu yang dapat meninggikan agama
adalah salat lima waktu. Sedangkan sesuatu yang paling tinggi nilainya
dalam agama Islam adalah mengerahkan kelampuan untuk memerangi
orang-orang kafir guna menegakkan agama Islam. Jihad dalam hadits ini
juga dapat diartikan berjuang melawan nafsu dengan jalan mengekangnya
dari semua keinginannya dan mencegahnya dari membiarkan nafsu dalam
berbagai kelezatan; dan mengharuskan nafsu untuk melakukan segala
perintah dan menjauhi semua larangan. Inilah jihad yang paling besar dan
lebih utama dari pada berperang melawan serangan orang kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar